Laporan
Praktikum Biokimia
ANALISIS KADAR ABU PADA IKAN MAS
(Cyprinus scarpio)
Oleh :
Maher Untung Siahaan
180302062
III/B
LABORATORIUM
BIOKIMIA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatNya
kepada penulis sehingga makalah ini dapat
selesai dengan baik. Laporan ini merupakan tugas Kualitas Air yang harus
dipenuhi. Laporan ini berjudul “Analisis
Kadar Abu pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)”.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen Kualitas Air yaitu
Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S.Pi., M.Si , Ibu Dr. Eri
Yusni, M.Sc dan Bapak
Risky Febriansyah
Siregar, S.Pi., M.Sc. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium dan semua rekan-rekan yang
ikut serta dalam membimbing menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
segi penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kebaikan makalah ini sehingga memberikan manfaat terhadap semua pihak.
Medan, Maret 2019
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biokimia
mempelajari bagaimana jutaan biomolekul yang menyusun makhuk hidup saling berinteraksi
melangsungkan proses kehidupan yang memampukan makhluk hidup mengubah energi,
melakukan kerja, mengkatalisis transformasi kimiawi, menyusun molekul yang
lebih kompleks dan supramolekul dari molekul sederhana, dan menyimpan serta
menurunkan sifat-sifat genetik kepada generasi selanjutnya. Biokimia pangan
merupakan bagian dari biokimia yang lebih difokuskan pada pemabaman reaksi
biokimia pada bahan pangan (pertanian), regulasi dan mekanisme biosintesis
serta degradasi komponen pangan, termasuk reaksi biokimia yang terjadi pada
bahan pangan yang dikonsumsi (manusia), kelainan atau abnormalitas yang terkait
dan karenanya dapat diaplikasikan dalam menangani masalah yang berkaitan dengan
pangan dan gizi. Objek biokimia pangan lebih ditujukan pada bahan pertanian
yang bermanfaat sebagai bahan pangan. Oleh karena merupakan bahan hidup (bahan
biologi) prinsip biokimia berlaku disini, sehingga buku buku referensi yang
digtinakan sebagai acuan, tetaplah buku-buku biokimia, ditambah buku yang
bersifat lebih spesifik, seperti biokimia pertanian, biokimia nutrisi,
fisiologi pasca panen, fisiologi tumbuhan dsb (Suharono, 2010).
Ikan
merupakan salah satu sumber nutrisi bagi manusia. Ikan memiliki kandungan
protein yang tinggi dan berbagai macam vitamin dan mineral antara lain, vitamin
A, vitamin D, fosfor, magnesium, selenium, dan iodin. Di negara berkembang,
ikan merupakan salah satu sumber protein dan asam lemak esensial. Kandungan
asam amino pada ikan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan protein
nabati meskipun jumlahnya lebih sedikit. Asam lemak esensial yang terkandung
dalam ikan sangat baik untuk perkembangan otak janin dan anak-anak (Candra,
2016).
Ikan mas (Cyprinus
carpio) merupakan jenis ikan konsumsi atau bisa sebagai ikan hias air tawar.
Pertumbuhan ikan mas meliputi pertumbuhan ukuran baik berat, panjang maupun
volume dalam laju perubahan waktu. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan,
diantaranya kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan. Pakan yang
diberikan hendaknya mengandung bahan seperti protein,karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral ().
Ilmu
gizi disebut juga sebagai ilmu pangan, zat-zat gizi dan senyawa lain yang
terkandung dalam bahan pangan. Reaksi, interaksi serta keseimbangannya yang
dihubungkan dengan kesehatan dan penyakit. Selain itu meliputi juga
proses-proses pencernaan pangan, serta penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan
dan ekskresi zat-zat oleh organisme. Zat Gizi (nutrients) adalah ikatan kimia
yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
Istilah
gizi atau ilmu gizi dikenal di Indonesia pada tahun 1950-an, sebagai terjemahan
dari kata Inggris ;”nutrition”. Kata gizi sendiri berasal dari kata “ghidza”
yang dalam bahasa Arab berarti makanan (Miharti, 2017).
Dalam
menyajikan data komposisi zat makanan dari analisis proximat dapat dilakukan
dalam komposisi persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung berat
awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah
industrinya), dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini
digunakan untuk membandingkan kualitas antarbahan makanan ternak. Manfaat lain
dari komposisi data proximat adalah menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus
Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC (Ridia, 2014).
Analisis
Proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Untuk
makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu, karbohidrat,
serat kasar, protein serta lemak. Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan
karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan. Faktor lain
adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari
bahan makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat umumnya tidak mahal dan
relative mudah untuk dilakukan (Suriani, 2010).
Kadar abu
merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada
suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air,
sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai
zat organik atau kadar abu. Kadar abu
tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Baha- bahan
organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang
termasuk dalam garam organik misalya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat,
pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat, khlorida, sulfat, dan nitrat. Sebagian besar bahan makanan, yaitu
sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari
unsur-unsur mineral. kadar abu yang terukur merupakan bahan-bahann anorganik
yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahanbahan organic
terbakar (Maulana, 2010).
Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah
kadar abu ikan mas (cyprinus carpio)
ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
pengertian kadar abu pada ikan mas (cyprinus
carpio)
2. Untuk mengetahui cara analisis kadar abu ikan mas (cyprinus carpio)
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari makalah kadar abu ikan mas (cyprinus
carpio) adalah agar penulis dan pembaca dapat memahami tentang abu yaitu
berupa kandungan-kaandungan dalam abu, tentang metode analisa kadar abu dan
sebagai syarat masuk untuk Praktikum Biokimia selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Abu
Abu
merupakan residu anorganik yang didapat dengan pengabuan atau memanaskan pada
suhu tinggi > 450○C dan atau pendestruksian komponen-komponen organik dengan
asam kuat. Residu anorganik ini terdiri bermacam-macam mineral yang komposisi
dan jumlahnya tergantung pada jenis lahan dan metode analisis yang digunakan.
Abu
dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sisa mineral
sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C (Yenrina, 2015).
Abu adalah nama
yang diberikan pada semua residu non-cair yang tersisa setelah sampel dibakar,
dan sebagian besar terdiri dari oksida logam atau zat anorganik sisa hasil
pembakaran (pengabuan) suatu bahan
organik. Pengabuan tersebut merupakan
proses mineralisasi untuk zat prekonsentrasi demi kepentingan
analisis kimia. Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh yang harus
dilakukan dalam anailisis elemenelemen mineral (individu). Secara umum abu
terdiri dari garam material
anorganik (misal garam yang mengandung
ion Na+, K+, dan lain-lain). Terkadang juga mengandung mineral tertentu misal
klorofil dan hemoglobin. Contoh abu: Oksida: Al2O3, CaO, Fe2O3, MgO, MnO, P2O5, K2O, SiO2.
Karbonat: Na2CO3 (abu soda), K2CO3 (potash). Bikarbonat: NaHCO3 (baking soda). Kandungan
abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam
anorganik. Contoh mineral yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. Selain kedua
garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawa komplek yang
bersifat organis, yaito khlorofil dan hemoglobin (Direktorat Jendral Sekolah
Menengah Kejuruan, 2013).
Unsur mineral
dikenal sebagai zat organik atau kadar
abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan oragnik terbakar tetapi zat
anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Abu merupakan residu anorganik
dari hasil pembakaran atau hasil oksidasi komponen organic bahan pangan. Kadar
abu ada hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu
cara kering mempunyai prinsip yaitu, mengoksidasi semua zat organik pada suhu
tinggi, yakni sekitar 500-600o C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Pengukuran kadar abu bertujuan
untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan.
Selain itu, Kadar abu dari suatu bahan biasanya menunjukkan kadar mineral,
kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Mengatakan bahwa
kandungan mineral pada buah-buahan dan sayuran berbedabeda, hal ini tergantung
pada beberapa faktor antara lain : genetik, agricultural practices, variasi
pada kandungan mineral dalam tanah, penggemukan tanah dan pH, serta faktor
lingkungan dan kematangan lahan.Kandungan abu dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan (Maulana, 2010).
Analisis Kadar Abu pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Untuk menentukan kandungan mineral
bahan makanan, bahan tersebut harus dihancurkan / didestruksi terlebih dulu.
Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan
basah (wet digestion). Pemilihan cara
tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan
dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. Pengabuan kering dapat
diterapkan pada hampir semua analisa mineral kecuali merkuri dan arsen. Cara
ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa bahan lebih banyak
daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa
kandungan Ca, P, dan Fe, akan tetapi kehilangan
K dapat terjadi apabila suhu yang
digunakan terlalu tinggi. Oleh karena
itu untuk menganalisa K harus dihindari
pemakaian suhu lebih tinggi dari 480○C.
Suhu 450○C tidak dapat digunakan jika akan menganalisa kandungan Zn,
penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral
menjadi tidak larut (misal timah
putih).Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan
tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat
hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada
prinsipnya adalah menggunakan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada
suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pada
tahap selanjutnya, proses seringkali berlangsung sangat cepat pengaruh asam
perklorat atau hydrogen (Yenrina, 2015).
Kadar abu yang yang terukur
merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan,
sedangkan bahan-bahan organik terbakar.
Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara
yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan
langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Prinsip penentuan kadar abu ialah
dengan menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
550°C. Penetuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan
pada suhu tinggi (500600°C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa
pembakaran yang tertinggal sebagai abu. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya
bahan-bahan organik dan anorganik, sehingga terjadi perubahan radikal organik
dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion
negative. Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara
gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral
bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot
cawan berisi abu dan cawan kosong.
Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu
tinggi sekitar 650oC akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu
tersebut dijumpai garam-garam atau oksidaoksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn,
dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba,
Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain (Direktorat
Jendral Sekolah Menengah Kejuruan, 2013).
Penentuan kadar abu ikan mas
juvenile adalah diamana Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 105 °C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak
1 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar sampai tidak berasap lagi,
dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 °C selama 2 jam. Cawan
kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang, kemudian ditimbang.
Kadar abu ditentukan dengan persamaan: Kadar abu = d a x
100%, Keterangan: a = bobot sampel (gram)
b = bobot cawan (gram) c = bobot
cawan dan abu (gram) d = bobot abu
(gram). Kadar abu basis kering baby fish ikan mas dalam penelitian ini
meningkat signifikan dengan pertambahan umur panen. Kadar abu Salvelinus
namaycush, Salvalinus fontinalis, dan hybrid dari keduanya diketahui juga
meningkat selama 16 minggu pemeliharaan (Gunther et al. 2005). Kadar abu ikan
mas dewasa tetapi cenderung lebih kecil dari kadar abu baby fish tersebut.
Kadar abu ikan mas dewasa sebesar 7,91% (bk). Kadar abu yang lebih tinggi pada
baby fish disebabkan oleh adanya laju pertumbuhan tulang yang tinggi, sedangkan
pada ikan dewasa pertumbuhan jaringan lain terjadi lebih cepat dibandingkan
dengan pertumbuhan tulang (Benning, 2014).
Ikan
Mas secara umum memiliki kandungan kadar abu pada kisaran 0,94%-1,5%. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu ikan akan di pengaruhi oleh adanya kandungan mineral-mineral dalam bahan
baku yang diguunakan. Mineral-mineral yang biasanya terkandung dalam ikan mas
diantaranya adalah kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium dan seng.
Mineral mineral inisebagian akan mengalami pengabuan pada suhu 550 C sehingga
suhu pengukusan (90-100C). tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap
perubahan kandungann abu sampel ikan mas segar dan ikan mas kukus (Pratama,
2013)
Manfaat Penghitungan Kadar Abu
Dalam
industri pangan untuk mengetahui kadar abu sangatlah perlu sebab dengan
mengetahuinya kita dapat menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Abu
merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang
kandungan dan komposisinya tergantung bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu
suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.
Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk
mengevaluasi nilai gizi suatu bahan/produk pangan. Pengabuan juga merupakan
tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan pada analisis mineral. Dalam
penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Penentuan kadar
abu secara langsung (cara kering) b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
(cara basah) (Widarta et al., 2010).
Penentuan
kada rabu total dapat digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan-bahan yang digunakan, menentukan parameter
nilai gizi suatu bahan makanan. Kandungan abu dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Dalam proses
pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara
kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah), Pengabuan cara kering
digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut
asam (Kaderi, 2015). Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisis
kandungan Ca,P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu
yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisis K harus
dihindari pemanasan suhu lebih tinggi dari 4 0˚C. Suhu 450˚C tidak dapat
digunakan jika akan menganalisis kandungan seng. Penggunaan suhu yang terlalu
tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut (Maulana,
2010).
Kadar abu suatu sampel padat perlu ditentukan untuk
melakukan estimasi berapa banyak unsur-unsur anorganik atau mineral yang
terkandung dalam sampel. Kadar abu dapat dicari dengan cara mengabukan sampel
yang akan di analisis, tetapi sebelumnya sampel dihilangkan airnya terlebih
dahulu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC. Sampel diabukan dengan cara
memanaskan sampel dalam tanur pada suhu 700oC. Setelah sampel telah menjadi
abu, sampel ditimbang. Kadar abu sampel diperoleh dengan cara membandingkan
berat abu dengan berat sampel kering di kalikan 100% (Tiwow et al., 2016).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah biokimia ini adalah
sebagai berikut:
1.
Kadar abu merupakan
campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan
pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik
atau kadar abu. Ikan Mas secara umum memiliki kandungan kadar abu pada
kisaran 0,94%-1,5%.
2.
Penentuan kadar abu
ikan mas juvenile adalah diamana Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 105 °C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar sampai tidak
berasap lagi, dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 °C selama 2
jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang, kemudian
ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan persamaan: Kadar abu = d a x
100%.
Saran
Saran
dari makalah ini adalah sebaiknya dalam melakukan pengabuan kadar abu
dilakuakan secara langsung, hal ini dapat memudahkan dalam menentukan kadar
mineral dalam bahan pangan yang di uji.
DAFTAR PUSTAKA
Benning,
B. 2014. Profil Asam Amino Baby Fish Ikan
Mas (Cyprinus carpio) pada
Berbagai Umur Panen. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Candra,
N. Y. P. 2016. Kualitas Tempe Dengan Penambahan Tepung Ikan Mas (Cyprinus
carpio) Berdasarkan Analisis Proksimat dan Masa Simpan. [Skripsi]. Salatiga.
Universitas Kristen Satya Waacana.
Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2013. Kimia Analitik Terapan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Jacoeb,
A. M., Nurjanah dan Sitanggang, L. 2015. Proksimat dan Asam lemak Juvenil Ikan
Mas (Oreochromis nilotikus) pada
Berbagai Umur Panen. Dinamika Maritim. 5(1): 16-31. ISSN: 2086-8049.
Maulana,
A. 2010. Analisis Parameter Mutu dan Kadar Flavonoid pada Produk Teh Hitam
Celup. [Tugas Akhir]. Universitas Pasundan. Bandung
Miharti,
T. 2017. Ilmu Gizi 1. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan. Depok.
Pratama,
R. I., Rostini, I dan Awaluddin, M. Y. 2013. Komposisi Kandungan Senyawa Flavor
Ikan Mas (Cyprinus carpio) Segar dan Hasil Pengukurannya. Jurnal Akuatika.
4(1): 55-67. ISSN: 0853-2523.
The Hitam Celup. 2(1): 1-10.
Tiwow,
V. M. A ., Hafid, I. W dan Supriadi. Analisis Kadar Kalsium (Ca) dan Fosforus
(P) pada Limbah Sisik dan Sirip Ikan Mujair (Oreochromis
mossambicus) dari Danau Lindu Sulawesi Tengah. Jurnal Akademika Kimia.
5(4): 159-165. ISSN: 2302-6030.
Widarta,
I. R., Suter, I. K., Yusa, N. M dan Arishandi, W. 2010. Analisis Pangan.
Universitas Udayana Press.
Yenrina,
R. 2015. Metode Analisi Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif. Andalas University
Press.
Suhartono,
M. G. 2010. Perkembangan Biokimia Pangan dan Perannya Dalam Pendidikan
Teknologi Pangan. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi IPB. Bandung.
Ridia,
I. 2014. Pengenalan Bahan Makanan Ternak. Penerbit IPB Press. Bandung.