Selasa, 18 Juni 2019

Analisis Kadar Abu pada ikan Mas (Cyprinus scarpio)


Laporan Praktikum Biokimia
ANALISIS KADAR ABU PADA IKAN MAS
(Cyprinus scarpio)
Oleh :
Maher Untung Siahaan
180302062
III/B







































                       
LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019



   
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatNya kepada penulis sehingga makalah ini dapat  selesai dengan baik. Laporan ini merupakan tugas Kualitas Air yang harus dipenuhi. Laporan  ini berjudul “Analisis Kadar Abu pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Kualitas Air yaitu
Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S.Pi., M.Si , Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak
Risky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Sc. Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium dan semua rekan-rekan yang ikut serta dalam membimbing menyelesaikan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun segi penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan makalah ini sehingga memberikan manfaat terhadap semua pihak.



Medan,    Maret 2019
                                                                                                           
                       
                         Penulis




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biokimia mempelajari bagaimana jutaan biomolekul yang menyusun makhuk hidup saling berinteraksi melangsungkan proses kehidupan yang memampukan makhluk hidup mengubah energi, melakukan kerja, mengkatalisis transformasi kimiawi, menyusun molekul yang lebih kompleks dan supramolekul dari molekul sederhana, dan menyimpan serta menurunkan sifat-sifat genetik kepada generasi selanjutnya. Biokimia pangan merupakan bagian dari biokimia yang lebih difokuskan pada pemabaman reaksi biokimia pada bahan pangan (pertanian), regulasi dan mekanisme biosintesis serta degradasi komponen pangan, termasuk reaksi biokimia yang terjadi pada bahan pangan yang dikonsumsi (manusia), kelainan atau abnormalitas yang terkait dan karenanya dapat diaplikasikan dalam menangani masalah yang berkaitan dengan pangan dan gizi. Objek biokimia pangan lebih ditujukan pada bahan pertanian yang bermanfaat sebagai bahan pangan. Oleh karena merupakan bahan hidup (bahan biologi) prinsip biokimia berlaku disini, sehingga buku buku referensi yang digtinakan sebagai acuan, tetaplah buku-buku biokimia, ditambah buku yang bersifat lebih spesifik, seperti biokimia pertanian, biokimia nutrisi, fisiologi pasca panen, fisiologi tumbuhan dsb (Suharono, 2010).
                        Ikan merupakan salah satu sumber nutrisi bagi manusia. Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi dan berbagai macam vitamin dan mineral antara lain, vitamin A, vitamin D, fosfor, magnesium, selenium, dan iodin. Di negara berkembang, ikan merupakan salah satu sumber protein dan asam lemak esensial. Kandungan asam amino pada ikan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan protein nabati meskipun jumlahnya lebih sedikit. Asam lemak esensial yang terkandung dalam ikan sangat baik untuk perkembangan otak janin dan anak-anak (Candra, 2016).
                        Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan jenis ikan konsumsi atau bisa sebagai ikan hias air tawar. Pertumbuhan ikan mas meliputi pertumbuhan ukuran baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan hendaknya mengandung bahan seperti protein,karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral ().   
Ilmu gizi disebut juga sebagai ilmu pangan, zat-zat gizi dan senyawa lain yang terkandung dalam bahan pangan. Reaksi, interaksi serta keseimbangannya yang dihubungkan dengan kesehatan dan penyakit. Selain itu meliputi juga proses-proses pencernaan pangan, serta penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan dan ekskresi zat-zat oleh organisme. Zat Gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Istilah gizi atau ilmu gizi dikenal di Indonesia pada tahun 1950-an, sebagai terjemahan dari kata Inggris ;”nutrition”. Kata gizi sendiri berasal dari kata “ghidza” yang dalam bahasa Arab berarti makanan (Miharti, 2017).
Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisis proximat dapat dilakukan dalam komposisi persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah industrinya), dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini digunakan untuk membandingkan kualitas antarbahan makanan ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC (Ridia, 2014).
Analisis Proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu, karbohidrat, serat kasar, protein serta lemak. Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan. Faktor lain adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat umumnya tidak mahal dan relative mudah untuk dilakukan (Suriani, 2010).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu.  Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Baha- bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat, dan nitrat. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. kadar abu yang terukur merupakan bahan-bahann anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahanbahan organic terbakar (Maulana, 2010).
Tujuan Penulisan
                        Tujuan dari makalah kadar abu ikan mas (cyprinus carpio) ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian kadar abu pada ikan mas (cyprinus carpio)
2.      Untuk mengetahui cara analisis kadar abu ikan mas (cyprinus carpio)
Manfaat Penulisan
                        Manfaat dari makalah kadar abu ikan mas (cyprinus carpio) adalah agar penulis dan pembaca dapat memahami tentang abu yaitu berupa kandungan-kaandungan dalam abu, tentang metode analisa kadar abu dan sebagai syarat masuk untuk Praktikum Biokimia selanjutnya.




TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan pengabuan atau memanaskan pada suhu tinggi > 450○C dan atau pendestruksian komponen-komponen organik dengan asam kuat. Residu anorganik ini terdiri bermacam-macam mineral yang komposisi dan jumlahnya tergantung pada jenis lahan dan metode analisis yang digunakan. Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C (Yenrina, 2015).
Abu adalah nama yang diberikan pada semua residu non-cair yang tersisa setelah sampel dibakar, dan sebagian besar terdiri dari oksida logam atau zat anorganik sisa hasil pembakaran (pengabuan)  suatu bahan organik.  Pengabuan tersebut merupakan proses mineralisasi untuk zat prekonsentrasi demi kepentingan analisis kimia. Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan dalam anailisis elemenelemen mineral (individu). Secara umum abu terdiri dari  garam material anorganik  (misal garam yang mengandung ion Na+, K+, dan lain-lain). Terkadang juga mengandung mineral tertentu misal klorofil dan hemoglobin.   Contoh abu: Oksida:  Al2O3, CaO, Fe2O3, MgO, MnO, P2O5, K2O, SiO2. Karbonat: Na2CO3 (abu soda), K2CO3 (potash). Bikarbonat: NaHCO3 (baking soda). Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Contoh mineral yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawa komplek yang bersifat organis, yaito khlorofil dan hemoglobin (Direktorat Jendral Sekolah Menengah Kejuruan, 2013).
Unsur mineral dikenal sebagai zat organik  atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan oragnik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Abu merupakan residu anorganik dari hasil pembakaran atau hasil oksidasi komponen organic bahan pangan. Kadar abu ada hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu cara kering mempunyai prinsip yaitu, mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yakni sekitar 500-600o C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan. Selain itu, Kadar abu dari suatu bahan biasanya menunjukkan kadar mineral, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Mengatakan bahwa kandungan mineral pada buah-buahan dan sayuran berbedabeda, hal ini tergantung pada beberapa faktor antara lain : genetik, agricultural practices, variasi pada kandungan mineral dalam tanah, penggemukan tanah dan pH, serta faktor lingkungan dan kematangan lahan.Kandungan abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan (Maulana, 2010).
Analisis Kadar Abu pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)
            Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan tersebut harus dihancurkan / didestruksi terlebih dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion).  Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral kecuali merkuri dan arsen. Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisa bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe, akan tetapi kehilangan  K  dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi.  Oleh karena itu untuk menganalisa  K harus dihindari pemakaian suhu lebih tinggi dari 480○C.  Suhu 450○C tidak dapat digunakan jika akan menganalisa kandungan Zn, penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut  (misal timah putih).Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah menggunakan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahap selanjutnya, proses seringkali berlangsung sangat cepat pengaruh asam perklorat atau hydrogen (Yenrina, 2015).
            Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.  Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus  dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Prinsip penentuan kadar abu ialah dengan menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550°C. Penetuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan pada suhu tinggi (500600°C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik, sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negative. Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong.  Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650oC akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksidaoksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain (Direktorat Jendral Sekolah Menengah Kejuruan, 2013).
            Penentuan kadar abu ikan mas juvenile adalah diamana Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 °C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar sampai tidak berasap lagi, dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 °C selama 2 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang, kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan persamaan: Kadar abu =  d a  x 100%, Keterangan: a = bobot sampel (gram)   b = bobot cawan (gram)   c = bobot cawan dan abu (gram)   d = bobot abu (gram). Kadar abu basis kering baby fish ikan mas dalam penelitian ini meningkat signifikan dengan pertambahan umur panen. Kadar abu Salvelinus namaycush, Salvalinus fontinalis, dan hybrid dari keduanya diketahui juga meningkat selama 16 minggu pemeliharaan (Gunther et al. 2005). Kadar abu ikan mas dewasa tetapi cenderung lebih kecil dari kadar abu baby fish tersebut. Kadar abu ikan mas dewasa sebesar 7,91% (bk). Kadar abu yang lebih tinggi pada baby fish disebabkan oleh adanya laju pertumbuhan tulang yang tinggi, sedangkan pada ikan dewasa pertumbuhan jaringan lain terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tulang (Benning, 2014).
            Ikan Mas secara umum memiliki kandungan kadar abu pada kisaran 0,94%-1,5%. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ikan akan di pengaruhi oleh adanya kandungan mineral-mineral dalam bahan baku yang diguunakan. Mineral-mineral yang biasanya terkandung dalam ikan mas diantaranya adalah kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium dan seng. Mineral mineral inisebagian akan mengalami pengabuan pada suhu 550 C sehingga suhu pengukusan (90-100C). tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan kandungann abu sampel ikan mas segar dan ikan mas kukus (Pratama, 2013)
Manfaat Penghitungan Kadar Abu
Dalam industri pangan untuk mengetahui kadar abu sangatlah perlu sebab dengan mengetahuinya kita dapat menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang kandungan dan komposisinya tergantung bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan/produk pangan. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan pada analisis mineral. Dalam penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah) (Widarta et al., 2010).
Penentuan kada rabu total dapat digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan-bahan yang digunakan, menentukan parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Kandungan abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah), Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam (Kaderi, 2015). Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisis kandungan Ca,P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisis K harus dihindari pemanasan suhu lebih tinggi dari 4 0˚C. Suhu 450˚C tidak dapat digunakan jika akan menganalisis kandungan seng. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut (Maulana, 2010).
Kadar abu suatu sampel padat perlu ditentukan untuk melakukan estimasi berapa banyak unsur-unsur anorganik atau mineral yang terkandung dalam sampel. Kadar abu dapat dicari dengan cara mengabukan sampel yang akan di analisis, tetapi sebelumnya sampel dihilangkan airnya terlebih dahulu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC. Sampel diabukan dengan cara memanaskan sampel dalam tanur pada suhu 700oC. Setelah sampel telah menjadi abu, sampel ditimbang. Kadar abu sampel diperoleh dengan cara membandingkan berat abu dengan berat sampel kering di kalikan 100% (Tiwow et al., 2016).







KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari makalah biokimia ini adalah sebagai berikut:
1.      Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Ikan Mas secara umum memiliki kandungan kadar abu pada kisaran 0,94%-1,5%.
2.      Penentuan kadar abu ikan mas juvenile adalah diamana Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 °C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar sampai tidak berasap lagi, dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 °C selama 2 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang, kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan persamaan: Kadar abu =  d a  x 100%.
Saran
                        Saran dari makalah ini adalah sebaiknya dalam melakukan pengabuan kadar abu dilakuakan secara langsung, hal ini dapat memudahkan dalam menentukan kadar mineral dalam bahan pangan yang di uji.











DAFTAR PUSTAKA
Benning, B. 2014. Profil Asam Amino Baby Fish Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Berbagai  Umur Panen. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Candra, N. Y. P. 2016. Kualitas Tempe Dengan Penambahan Tepung Ikan Mas (Cyprinus carpio) Berdasarkan Analisis Proksimat dan Masa Simpan. [Skripsi]. Salatiga. Universitas Kristen Satya Waacana.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2013. Kimia Analitik Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Jacoeb, A. M., Nurjanah dan Sitanggang, L. 2015. Proksimat dan Asam lemak Juvenil Ikan Mas (Oreochromis nilotikus) pada Berbagai Umur Panen. Dinamika Maritim. 5(1): 16-31. ISSN: 2086-8049.
Maulana, A. 2010. Analisis Parameter Mutu dan Kadar Flavonoid pada Produk Teh Hitam Celup. [Tugas Akhir]. Universitas Pasundan. Bandung
Miharti, T. 2017. Ilmu Gizi 1. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Depok.
Pratama, R. I., Rostini, I dan Awaluddin, M. Y. 2013. Komposisi Kandungan Senyawa Flavor Ikan Mas (Cyprinus carpio) Segar dan Hasil Pengukurannya. Jurnal Akuatika. 4(1): 55-67. ISSN: 0853-2523.
The Hitam Celup. 2(1): 1-10.
Tiwow, V. M. A ., Hafid, I. W dan Supriadi. Analisis Kadar Kalsium (Ca) dan Fosforus (P) pada Limbah Sisik dan Sirip Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) dari Danau Lindu Sulawesi Tengah. Jurnal Akademika Kimia. 5(4): 159-165. ISSN: 2302-6030.
Widarta, I. R., Suter, I. K., Yusa, N. M dan Arishandi, W. 2010. Analisis Pangan. Universitas Udayana Press.
Yenrina, R. 2015. Metode Analisi Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif. Andalas University Press.
Suhartono, M. G. 2010. Perkembangan Biokimia Pangan dan Perannya Dalam Pendidikan Teknologi Pangan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Bandung.
Ridia, I. 2014. Pengenalan Bahan Makanan Ternak. Penerbit IPB Press. Bandung.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar